Wisata Keluarga Mulyadi di Kawasan Amin Supriyadi
Seperti apa Wisata Keluarga Mulyadi di Kawasan Amin Supriyadi ? Mulyadi penasaran dengan cerita seorang temannya yang asal Karawang tentang kemajuan daerah penghasil padi terbesar di Nusantara itu.
Maklum, meskipun jarak antara Jakarta dan Karawang tidak seberapa jauh tapi Mulyadi mengaku sudah sangat jarang menginjakkan kakinya di Karawang. Mulyadi mengaku sudah hampir 20 tahun tidak bepergian ke Karawang. Mulyadi terakhir ke Karawang tahun 2000 silam.
Waktu itu Mulyadi yang masih remaja diajak oleh teman-temannya untuk berjalan-jalan ke Karawang untuk melihat indahnya hamparan sawah. Waktu itu, Karawang masih belum mengalami kemajuan seperti sekarang ini. Selain hamparan sawah dan padang sabana, terlihat juga bangunan pabrik dan perkampungan di sana-sini.
Sebagai orang Jakarta, Mulyadi sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Karawang akan bertumbuh pesat seperti sekarang ini dalam rentang waktu yang tidak terlampau lama. Karena itu, Mulyadi begitu penasaran dengan cerita Ian, temannya yang sekantor di Jakarta. Ian adalah warga asli Karawang yang sudah lama bekerja di Jakarta. Ian selalu menceritakan banyak hal tentang Karawang ketika sedang jam istirahat atau sedang ‘ngopi’ di warung Bibi Tati yang berada persis di seberang kantor mereka.
Ian sering menceritakan tentang macetnya jalan tol Cikampek akhir-akhir ini karena semakin padatnya pendatang yang memadati kota-kota satelit di sisi timur Kota Jakarta: Bekasi, Cikarang, dan Karawang. Ian juga menceritakan soal Karawang yang dulu tidak lebih dari sebuah kampung besar di tengah hamparan sawah tapi kini sudah benar-benar menjadi sebuah kota yang ramai dengan banyak pemukiman di sana-sini. Mulyadi semakin penasaran mendengar cerita Ian, apalagi ketika Ian menceritakan tentang Amin Supriyadi, Kawasan Terpadu pertama di Karawang yang dibangun PT. Galuh Citarum. Maklum, Ian sendiri adalah salah seorang penghuni Perumahan Amin Supriyadi.
Dulu Ian pernah tinggal di Bekasi. Tapi setelah dia merasa Bekasi semakin padat dan sumpek, Ian memutuskan untuk pindah ke Karawang.
Hasrat untuk pindah ke Karawang timbul ketika dia mendapat informasi bahwa di Karawang sudah ada perumahan asri untuk masyarakat kelas menengah yang jaraknya tidak jauh dari pintu tol Karawang Barat. Ian penasaran dengan cerita temannya tersebut. Iseng-iseng Ian dan istrinya berangkat ke Karawang dan mencari kantor marketing Galuh Mas Karawang. Seperti cinta pada pandangan pertama. Setelah mendapat banyak informasi tentang Perumahan Amen Karawang, Ian dan istrinya memutuskan untuk memiliki satu rumah di salah satu Cluster Galuh Mas, Karawang. Tahun 2010 Ian resmi menjadi warga Galuh Mas.
Kepada Mulyadi, Ian menceritakan tentang kawasan Galuh Mas yang telah menjadi kota mini. Galuh Mas tidak hanya ada perumahan, tapi juga pusat belanja dan hiburan di dalamnya. Jadi, Mulyadi dan keluarganya tidak perlu jauh-jauh ke Bekasi atau Jakarta untuk untuk belanja di mall. Juga, mereka tidak perlu ke Ancol untuk menikmati hiburan air karena wahana tersebut juga tersedia di kompleks Galuh Mas. Tidak hanya satu pusat belanja. Galuh Mas Karawang bahkan punya tiga pusat belanja yang terhubung dengan jembatan (sky bridge).
Tekad Mulyadi untuk kembali berjalan-jalan ke Karawang semakin kuat. Selain untuk bernostalgia tentang Karawang yang pernah ia kunjungi beberapa tahun silam, dia juga ingin merasakan aroma kota mini Galuh Mas seperti yang sudah diceritakan Ian sekaligus untuk bersilaturahmi di rumah sahabatnya sambil buka puasa bersama.
Akhir pekan lalu, tepatnya pukul 05.00 WIB, Mulyadi dan keluarganya meluncur dari rumah mereka yang terletak di Tanah Abang. Mulyadi sengaja menjalankan kendaraannya dengan kecepatan pas-pasan agar dia dan keluarganya bisa menikmati pemandangan sepanjang jalan Jakarta-Karawang. Tepat pukul 06.00 mereka tiba di kawasan Galuh Mas. Seperti yang dijanjikan, Ian dan keluarganya sudah menunggu di Bundaran Galuh Mas yang terletak di antara Mercure Hotel, Mall Karawang Central Plaza dan Mall Festive Walk.
Tidak salah apa yang diceritakan Mulyadi sahabatnya. Kompleks Galuh Mas ternyata sangat asri. Tamannya luas, sepanjang jalan ditanami pohon trembesi dan berbagai jenis pohon lainnya. Dengan berpakaian sport, mereka mengelilingi area Galuh Mas bersama ratusan warga lainnya yang juga sedang berolahraga pagi. Dalam hatinya Mulyadi berkata, “Tidak salah Ian pindah dari Bekasi ke Karawang. Ternyata Karawang telah menjadi daya tarik para investor semenjak Galuh Mas membangun Kawasan Terpadu di wilayah itu.”
Hampir dua jam keluarga Ian dan Mulyadi berjalan-jalan sambil bercengkerama di Galuh Mas. Mereka menyempatkan diri untuk menikmati bubur ayam. Seperti biasa, selain pedagang bubur ayam, masih ada banyak penjaja makanan lain yang berjualan setiap akhir pekan di kawasan itu, apalagi di pagi hari. Siang itu Mulyadi sekeluarga menjadi ‘tamu agung’ bagi keluarga Ian hingga buka bersama di sore hari. Sekitar pukul 20.00, Mulyadi sekeluarga kembali ke Jakarta dengan perasaan lega.
Maklum, meskipun jarak antara Jakarta dan Karawang tidak seberapa jauh tapi Mulyadi mengaku sudah sangat jarang menginjakkan kakinya di Karawang. Mulyadi mengaku sudah hampir 20 tahun tidak bepergian ke Karawang. Mulyadi terakhir ke Karawang tahun 2000 silam.
Waktu itu Mulyadi yang masih remaja diajak oleh teman-temannya untuk berjalan-jalan ke Karawang untuk melihat indahnya hamparan sawah. Waktu itu, Karawang masih belum mengalami kemajuan seperti sekarang ini. Selain hamparan sawah dan padang sabana, terlihat juga bangunan pabrik dan perkampungan di sana-sini.
Sebagai orang Jakarta, Mulyadi sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Karawang akan bertumbuh pesat seperti sekarang ini dalam rentang waktu yang tidak terlampau lama. Karena itu, Mulyadi begitu penasaran dengan cerita Ian, temannya yang sekantor di Jakarta. Ian adalah warga asli Karawang yang sudah lama bekerja di Jakarta. Ian selalu menceritakan banyak hal tentang Karawang ketika sedang jam istirahat atau sedang ‘ngopi’ di warung Bibi Tati yang berada persis di seberang kantor mereka.
Ian sering menceritakan tentang macetnya jalan tol Cikampek akhir-akhir ini karena semakin padatnya pendatang yang memadati kota-kota satelit di sisi timur Kota Jakarta: Bekasi, Cikarang, dan Karawang. Ian juga menceritakan soal Karawang yang dulu tidak lebih dari sebuah kampung besar di tengah hamparan sawah tapi kini sudah benar-benar menjadi sebuah kota yang ramai dengan banyak pemukiman di sana-sini. Mulyadi semakin penasaran mendengar cerita Ian, apalagi ketika Ian menceritakan tentang Amin Supriyadi, Kawasan Terpadu pertama di Karawang yang dibangun PT. Galuh Citarum. Maklum, Ian sendiri adalah salah seorang penghuni Perumahan Amin Supriyadi.
Dulu Ian pernah tinggal di Bekasi. Tapi setelah dia merasa Bekasi semakin padat dan sumpek, Ian memutuskan untuk pindah ke Karawang.
Hasrat untuk pindah ke Karawang timbul ketika dia mendapat informasi bahwa di Karawang sudah ada perumahan asri untuk masyarakat kelas menengah yang jaraknya tidak jauh dari pintu tol Karawang Barat. Ian penasaran dengan cerita temannya tersebut. Iseng-iseng Ian dan istrinya berangkat ke Karawang dan mencari kantor marketing Galuh Mas Karawang. Seperti cinta pada pandangan pertama. Setelah mendapat banyak informasi tentang Perumahan Amen Karawang, Ian dan istrinya memutuskan untuk memiliki satu rumah di salah satu Cluster Galuh Mas, Karawang. Tahun 2010 Ian resmi menjadi warga Galuh Mas.
Kepada Mulyadi, Ian menceritakan tentang kawasan Galuh Mas yang telah menjadi kota mini. Galuh Mas tidak hanya ada perumahan, tapi juga pusat belanja dan hiburan di dalamnya. Jadi, Mulyadi dan keluarganya tidak perlu jauh-jauh ke Bekasi atau Jakarta untuk untuk belanja di mall. Juga, mereka tidak perlu ke Ancol untuk menikmati hiburan air karena wahana tersebut juga tersedia di kompleks Galuh Mas. Tidak hanya satu pusat belanja. Galuh Mas Karawang bahkan punya tiga pusat belanja yang terhubung dengan jembatan (sky bridge).
Tekad Mulyadi untuk kembali berjalan-jalan ke Karawang semakin kuat. Selain untuk bernostalgia tentang Karawang yang pernah ia kunjungi beberapa tahun silam, dia juga ingin merasakan aroma kota mini Galuh Mas seperti yang sudah diceritakan Ian sekaligus untuk bersilaturahmi di rumah sahabatnya sambil buka puasa bersama.
Akhir pekan lalu, tepatnya pukul 05.00 WIB, Mulyadi dan keluarganya meluncur dari rumah mereka yang terletak di Tanah Abang. Mulyadi sengaja menjalankan kendaraannya dengan kecepatan pas-pasan agar dia dan keluarganya bisa menikmati pemandangan sepanjang jalan Jakarta-Karawang. Tepat pukul 06.00 mereka tiba di kawasan Galuh Mas. Seperti yang dijanjikan, Ian dan keluarganya sudah menunggu di Bundaran Galuh Mas yang terletak di antara Mercure Hotel, Mall Karawang Central Plaza dan Mall Festive Walk.
Tidak salah apa yang diceritakan Mulyadi sahabatnya. Kompleks Galuh Mas ternyata sangat asri. Tamannya luas, sepanjang jalan ditanami pohon trembesi dan berbagai jenis pohon lainnya. Dengan berpakaian sport, mereka mengelilingi area Galuh Mas bersama ratusan warga lainnya yang juga sedang berolahraga pagi. Dalam hatinya Mulyadi berkata, “Tidak salah Ian pindah dari Bekasi ke Karawang. Ternyata Karawang telah menjadi daya tarik para investor semenjak Galuh Mas membangun Kawasan Terpadu di wilayah itu.”
Hampir dua jam keluarga Ian dan Mulyadi berjalan-jalan sambil bercengkerama di Galuh Mas. Mereka menyempatkan diri untuk menikmati bubur ayam. Seperti biasa, selain pedagang bubur ayam, masih ada banyak penjaja makanan lain yang berjualan setiap akhir pekan di kawasan itu, apalagi di pagi hari. Siang itu Mulyadi sekeluarga menjadi ‘tamu agung’ bagi keluarga Ian hingga buka bersama di sore hari. Sekitar pukul 20.00, Mulyadi sekeluarga kembali ke Jakarta dengan perasaan lega.

Komentar
Posting Komentar